Pages

Wednesday 31 October 2012

Corak Lokal yang Tersembunyi

Dunia busana di Tanah Air tidak hanya semarak dengan motif daerah seperti batik, tenun, dan songket. Sulam dan bordir merupakan warisan kekayaan tradisi yang juga dapat digunakan untuk mempermanis busana. Seperti apa daya pikatnya?

International Embroidery Festival 2012 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Jakarta, beberapa waktu lalu, menyuguhkan kekayaan teknik sulam dan bordir, yang sebagian besar berasal dari daerah di Nusantara. Keterampilan susun benang yang banyak dilakukan oleh ibu rumah tangga dan para gadis itu mampu menghadirkan sentuhan feminin yang elegan dalam busana.
Salmarini dengan label Syafitri Gallery, misalnya, menghadirkan bordir dan sulam dengan mencampurkan motif dari berbagai daerah. Awalnya, wanita yang pernah bekerja di bank selama 15 tahun itu menemukan ibu-ibu yang kesulitan memadupadankan kain daerah dengan blus maupun atasan. Rini lalu tergelitik untuk mencari solusi agar tenun bali, songket palembang, tenun nusa tenggara, ulos sumatra, dan batik cirebon tidak hanya dikagumi, tetapi juga menjadi lebih fungsional.

"Memadukan kain daerah dengan atasan memang sulit, tapi di situlah seninya," terang wanita berperawakan tinggi itu sambil tersenyum.
Hasilnya, Salmarini menggabungkan dua kain dari daerah berbeda menjadi satu kesatuan pakaian, satu motif menjadi blus, dan motif lain sebagai kain lilit. Seperti motif kain tenggarong, Kalimantan, dengan dasar hitam dipadukan dengan ulos batak dari Sumatra Utara. Perbedaan motif tidak membuat pakaian tampak ganjil, justru menjadi lebih segar dan dinamis.

Untuk desain, ia memilih desain sederhana dalam bentuk mantel maupun qibao, pakaian orang Tionghoa. "Sebab pakaian sudah penuh dengan bordir dan sulam, maka saya menggunakan desain yang sederhana untuk mengimbanginya," terang Salmarini saat ditemui di booth-nya. Selain bordir dan sulaman, pakaian yang ditujukan untuk wanita di atas usia 30 tahun ini kaya dengan bermacam warna.

Sulam dan bordir sudah menjadi kerajinan sehari-hari masyarakat daerah. Seperti halnya batik, tenun, dan songket, sulam dan bordir lebih banyak dikerjakan oleh perempuan rumahan. Sulam karawo (mengikat benang) atau kerawang, kerajinan tangan khas daerah Gorontalo, Sulawesi Utara, misalnya. Sulam yang dikerjakan oleh ibu-ibu dan para gadis ini dilakuan dengan membuang benang dalam kain lebih kurang sepanjang 5 sentimeter, sebagai proses awal. Kemudian, motif dibuat dengan memasukkan benang dengan jarum dalam kain yang lebih transparan, seperti membuat kruistik. Sebelum ada jarum, para perajin memasukkan benang dengan bantuan kayu.

Kain yang digunakan untuk menyulam biasanya menggunakan kain sifon, katun, tafeta, maupun kain paris. "Kalau menggunakan sutera sedikit agak sulit. Sebab, antara satu benang dan yang lainnya saling menempel sehingga sulit diiris," terang Veronita Asuma, 20 tahun, perajin sulam dari Kelurahan Ipilo, Gorontalo, Sulawesi Utara, saat ditemui dalam acara International Embroidery Festival 2012. Itu sebabnya, ia menggunakan benang sutera hanya untuk memenuhi pesanan konsumen.

Benang sebagai bahan baku utama pembuatan sulam tidak selalu diperoleh di daerah setempat. Perajin sering kali harus pergi ke Pasar Tanah Abang, Jakarta, untuk memperoleh pasokan benang yang sesuai dengan tren warna. "Di daerah tidak ada warna yang bagus, seperti warna fushia atau metalik yang hanya bisa diperoleh di Pasar Tanah Abang, Jakarta," terang dia tentang sulam yang digunakan untuk membuat kain sebagai bahan pakaian, selendang, dasi, sapu tangan, dan sepatu ini. Warna-warna benang yang mudah ditemukan di daerah tempat tinggalnya adalah warna kuning, hijau, dan ungu.

Belum Internasional
Pontianak, Kalimantan Barat, juga memiliki sulaman dalam bentuk lain yang disebut sulam kalengkang. Syarifah Zahara, 68 tahun, perajin sulam, mengatakan motif sulam biasanya berbentuk bunga-bungaan, seperti melati, mawar, dan teratai. Motif binatang merupakan inspirasi lain dalam sulam yang biasanya dikerjakan dalam waktu enam bulan.

Sulam kalengkang terkenal sebagai motif untuk busana pengantin maupun busana Kerajaan Pontianak. Biasanya, sulam digunakan untuk menghiasi pakaian yang digunakan dalam acara-acara kerajaan. Selain itu, sulam yang terbuat dari benang dengan warna keperak-perakan biasa digunakan untuk baju pesta maupun baju kurung. "Biasanya, masyarakat Pontianak menggunakan untuk acara keagamaan, seperti Maulid Nabi," terang perajin yang biasanya bekerja dari pukul delapan hingga lima sore ini.

Tidak hanya masyarakat Pontianak yang menggunakan sulam dalam warna dasar kain yang kebanyakan berwarna kuning, Brunei Darussalam dan Kerajaan Malaysia merupakan pencinta sulam yang dapat dibuat lebih dari satu orang. "Karena Brunei dan Malaysia merupakan daerah perbatasan dan sama-sama rumpun Melayu. Barang kita dan barang mereka kan sama," terang perempuan yang mengaku sudah dapat menyulam sejak kelas tiga sekolah dasar ini.

Perancang busana, Samuel Wattimena, mengatakan kerajinan sulam dan bordir sebagai detail pakaian tidak populer seperti halnya kain batik. "Sulam agak terbelakang karena pengerjaannya lebih personal," terang dia. Sulam memang diminati oleh pencinta pakaian, tetapi jangkauannya masih dalam skala nasional, belum internasional. "Butuh langkah lebih lanjut untuk memopulerkan sulam," ujar dia. [koran-jakarta.com]

No comments:

Post a Comment